Minggu, 19 November 2017

KASUS FRAUD PADA SEKTOR FARMASI

KASUS FRAUD PADA SEKTOR FARMASI

A.    PERISTIWA

Vaksin Palsu

Setahun yang lalu, kasus yang melibatkan pasangan suami istri juga tak kalah menghebohkan publik. Masyarakat bahkan geram dengan pemalsuan yang dilakukan Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina.
Penemuan vaksin palsu mulai mengemuka pada akhir Juni 2016 di beberapa wilayah Jakarta, Tangerang, dan Bekasi. Peredaran vaksin palsu untuk balita ini, pertama kali diungkap Bareskrim Polri.
"Ada selisih harga yang jauh, dari situ kami bergerak dan menyelidiki temuan tersebut," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus, Brigadir Jenderal Polisi Agung Setya, saat berbincang di Redaksi Liputan6.com, SCTV Tower, Jakarta, Rabu 29 Juni 2016.
Polisi akhirnya membongkar sindikat pemalsu vaksin palsu. Sembilan orang yang terdiri dari lima produsen, dua kurir, satu pencetak label, dan satu penjual, diringkus di Jakarta, Tangerang Selatan, dan Bekasi.
Hidayat dan Rita merupakan produsen dan otak sindikat pembuatan vaksin palsu. Pasutri ini ditangkap di rumah mewahnya di Perumahan Kemang Regency, Jalan Kumala 2, Bekasi Timur, Kota Bekasi.
Bareskrim menggandeng beberapa unsur dalam menangani kasus ini, seperti Kementerian Kesehatan, asosiasi rumah sakit, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sindikat pemalsuan vaksin tersebut memproduksi vaksin tetanus, BCG, campak, dan polio. Vaksin tersebut dijual bebas ke sejumlah rumah sakit dan klinik di Jakarta, Tangerang, dan Bekasi.
Dalam fakta persidangan, terungkap pasutri ini terbukti memproduksi vaksin palsu jenis Pediacel, Tripacel, dan Engerix B menggunakan bahan-bahan yang tidak higienis. Pembuatan vaksin palsu tersebut dilakukan di rumahnya, Perumahan Kemang Regency, Jalan Kumala 2, Bekasi Timur, Kota Bekasi, yang dilakukan sejak 2010-2016.
Bahan baku yang digunakan adalah klem, palu, dan jarum suntik. ‎Caranya, botol bekas dicuci menggunakan alkohol dan dikeringkan. Setelah itu, cairan akuades dicampur vaksin DT/TT yang dimasukkan ke dalam botol kaca. Kemudian botol ditutup dengan karet dan di-klem.
Hidayat dan Rita dapat memproduksi sedikitnya 200 botol vaksin dalam sehari. Pasutri ini biasanya memproduksi vaksin palsu setiap pagi. Siang harinya, Rita keluar rumah mengendarai mobil mewahnya, untuk mengantarkan vaksin kepada seorang distributor.
Keduanya menjual vaksin palsu dengan harga Rp 30 ribu per botol. Lalu dijual kepada distributor lainnya seharga Rp 70 hingga Rp 100 ribu per botol. Para distributor menjual ke klinik dan rumah sakit ternama di Jabodetabek, hingga akhirnya harga vaksin palsu di tangan konsumen Rp 300-400 ribu. Tak heran jika pasutri ini meraup untung Rp 25 juta setiap pekannya.
Kehidupan Hidayat yang merupakan mantan tenaga medis pabrik otomotif dan Rita, bidan rumah sakit di Bekasi, itu pun dikelilingi kemewahan. Di media sosial, keduanya terlihat memajang foto di atas kendaraan Mitusbishi Pajero Sport dan tinggal di rumah dua lantai kawasan elite.
Hidayat dan Rita akhirnya diganjar masing-masing sembilan dan delapan tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Bekasi. "Keduanya terbukti bersalah memproduksi alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar," ujar Ketua Majelis Hakim Marper Pandiangan, dalam pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Bekasi, Senin, 20 Maret 2017.


B.     DESKRIPSI FRAUD
Kasus vaksin palsu yang dilakukan oleh pasangan suami istri Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina. Dalam fakta persidangan, terungkap pasutri ini terbukti memproduksi vaksin palsu jenis Pediacel, Tripacel, dan Engerix B menggunakan bahan-bahan yang tidak higienis. Pembuatan vaksin palsu tersebut dilakukan di rumahnya, Perumahan Kemang Regency, Jalan Kumala 2, Bekasi Timur, Kota Bekasi, yang dilakukan sejak 2010-2016.
Bahan baku yang digunakan adalah klem, palu, dan jarum suntik. ‎Caranya, botol bekas dicuci menggunakan alkohol dan dikeringkan. Setelah itu, cairan akuades dicampur vaksin DT/TT yang dimasukkan ke dalam botol kaca. Kemudian botol ditutup dengan karet dan di-klem.
Hidayat dan Rita dapat memproduksi sedikitnya 200 botol vaksin dalam sehari. Pasutri ini biasanya memproduksi vaksin palsu setiap pagi. Siang harinya, Rita keluar rumah mengendarai mobil mewahnya, untuk mengantarkan vaksin kepada seorang distributor.
Keduanya menjual vaksin palsu dengan harga Rp 30 ribu per botol. Lalu dijual kepada distributor lainnya seharga Rp 70 hingga Rp 100 ribu per botol. Para distributor menjual ke klinik dan rumah sakit ternama di Jabodetabek, hingga akhirnya harga vaksin palsu di tangan konsumen Rp 300-400 ribu. Tak heran jika pasutri ini meraup untung Rp 25 juta setiap pekannya.

C.    MODUS
Pasangan suami istri ini menjual vaksin palsu dengan harga Rp 30 ribu per botol. Lalu dijual kepada distributor lainnya seharga Rp 70 hingga Rp 100 ribu per botol. Para distributor menjual ke klinik dan rumah sakit ternama di Jabodetabek, hingga akhirnya harga vaksin palsu di tangan konsumen Rp 300-400 ribu. Harga ini jauh lebih murah dibandingkan dengan vaksin asli.


D.    TINDAKAN HUKUM
Jaksa kasus vaksin palsu dengan terdakwa Hidayat Taufiqurrahman dan Rita Agustina harus mengupayakan banding atas putusan hakim yang ringan. Oleh karena itu, sesuai 197 UU Kesehatam Nomor 36 Tahun 2009,  UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta pasal 55 ayat 1 KUHP tentang turut serta melakukan tindak pidana. Hidayat dijatuhi hukuman 9 tahun penjara ddan Rita Agustina dijatuhi hukuman selama 8 tahun penjara. Selain itu dijatuhi hukuman penjara, mereka didenda Rp300 juta subsider satu bulan kurungan.
Tuntutan tersebut lebih ringan daripada tuntutan jaksa yang menuntut terdakwa 12 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, dan subsider 6 tahun kurungan. Namun, majelis hakim menimbang terdakwa  belum pernah tersandung kasus, selama persidangan mereka menyesali perbuatan.

E.     USULAN PENCEGAHAN
Pada tanggal 21 Juni 2016, BARESKRIM Polri menemukan adanya vaksin palsu yang yang beredar dimasyarakat . Penyidik Bareskrim menri penjualan dan menelusuri dari penjualan trasaksi vaksin yang dicurigai palsu hingga penyisiran ke toko obat atau apotek yang melakukan penjualan. Bareskrim berhasil mengetahui adanya rantai dari produsen hingga distributor gelap.
1.      Adanya pengujian laboraturium yang dilakukan BPOM terhadap setiap kandungan vaksin di setiap rumah sakit.
2.      Membentuk satgas vaksin Imunisasi Palsu yang beranggotakan Dinkes, Disperindag, kabag Hukum, Polis, Ikatan Dokter Indonesia.
3.      Pemerintah membuat program imunisasi pemerintah mewajibkan pelaporan pemakaian vaksin secara berjenjang karena diperlukan nilai cangkupan sebagai pelaporan.
4.      Menerapkan peraturan rumah sakit tidak boleh melakukan pengadaan vaksin ataupun obat membeli dari sitributor tidak resmi.
5.      Melalui distributor resmi, vaksin wajib tersebut didistribusikan ke Dinas kesehatan

Minggu, 08 Oktober 2017

Hubungan Penulisan Ilmiah dengan Struktur Etika

Hubungan Penulisan Ilmiah dengan Struktur Etika
Judul PI : ANALISIS INFORMASI AKUNTANSI  DIFERENSIAL DALAM PENGAMBILAN            KEPUTUSAN MENERIMA ATAU MENOLAK PESANAN KHUSUS PADA                           PABRIK TAHU ADIL BANDUNG.

Dalam pengambilan keputusan menerima atau menolak pesanan khusus informasi akuntansi diferensial yang relevan adalah pendapatan diferensial dan biaya diferensial. Pendapatan diferensial adalah tambahan pendapatan karena menerima pesanan khusus sedangkan biaya diferensial adalah tambahan karena menerima pesanan khusus.
Penelitian ini bertujuan untuk membantu Pabrik Tahu Adil Bandung dalam menganalisa pengambilan keputusan menerima atau menolak pesanan khusus dengan menggunakan analisis akuntansi diferensial yaitu dengan membandingkan antara pendapatan diferensial yang diperoleh dengan biaya diferensial yang dikeluarkan.
Setelah dilakukan penelitian dapat di simpulkan bahwa pesanan khusus tersebut menghasilkan pendapatan diferensial sebesar Rp. 2.300.00 yang lebih besar dari biaya diferensial yaitu Rp. 1.156.474 sehingga perusahaan  mendapatkan laba diferensial sebesar Rp. 1.143.526 dengan demikian maka perusahaan sebaiknya menerima pesanan khusus tersebut.



Kolerasi etika dengan Kesimpulan PI
Adapun hubungannya adalah dikaitkan dengan Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan aturan tidak tertulis mengenai cara menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku dan tidak tergantung pada kedudukan individu atau-pun perusahaan di masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Pabrik tahu adil bandung merupakan perusahaan yg bergerak dibidang makanan yaitu tahu kuning, perusahaan berinovasi memberikan tekstur tahu yg lembut beda dari yang lain, selain itu perusahaan juga menerepkan sikap kejujuran, memiliki loyalitas dan integritas untuk meningkatkan kualitas dan daya tarik kepada pelanggan.
Perusahaan tidak melanggar aturan karena tidak menjiplak resep perusahaan lain melainkan berinovasi dengan resep yang sudah dia miliki. Kemudian pabrik tahu adil bandung mengajukan izin produksi makanan pada dinas kesehatan, kemudian pabrik tahu melalui tahapan-tahapan perizinan seperti ijin usaha, ijin produksi dll maka perusahaan sah menjalankan usahanya.
Suatu saat pabrik tahu Adil Bandung mendapat pesanan khusus. Perusahaan mengambil keputusan untuk menerima pesanan tersebut di karenakan, perusahaan meyakini pesanan tersebut sangat mempengaruhi baik perkembangan bisnis perusahaan maupun dari segi laba perusahan. Dengan menerapkan etika bisnis yang sesuai dengan standar, pabrik tahu adil bandung merupakan perusahaan yang sehat.
Dari penjelasan diatas, kesimpulan Penlitian Ilmiah saya di kolerasikan dengan Etika Bisnis yaitu Pabrik Tahu adil Bandung menerima pesanan khusus maka dari itu perusahaan dapat dikategorikan perusahaan sehat yang dapat menghasilkan laba perusahaan. Dengan demikian itu terjadi dilatar belakangi pimpinan Pabrik Tahu Adil Bandung beserta karyawan sesuai dengan penjelasan etika bisnis diatas yang menyebabkan perusahaan mengalami peningkatan laba.
Sumber :
Penulisan Ilmiah : ANALISIS INFORMASI AKUNTANSI  DIFERENSIAL DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENERIMA ATAU MENOLAK PESANAN KHUSUS PADA PABRIK TAHU ADIL BANDUNG. PI. Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma,  2017. Anggi Luvtiana Naiborhu

Minggu, 26 Maret 2017




Indonesia accepts FIFA ban on national coach


Indonesia coach Aji Santoso has been banned for four games and fined by FIFA for accusing match officials of taking bribes during a 10-0 loss to Bahrain in World Cup qualifying. The Indonesian Football Association and Santoso said on Wednesday they accepted the punishments but didn't rule out an appeal. Santoso, now coaching the national under-23 side, was fined $6,530. Santoso was red-carded by Lebanese referee Andre Al Haddad in the 75th minute of February's match in Manama following allegations he accused Al Haddad of being bribed . FIFA said Santoso told the officials “(there is) money involved (here).”  In the second minute, Al Haddad sent off Indonesia's goalkeeper and awarded four penalties to Bahrain, which needed to make up a nine-goal deficit on Qatar to have a chance of advancing to the next round. However, Qatar drew 2-2 with Iran, and those two advanced. FIFA called the outcome "unusual" and launched an investigation.
Indonesia was warned by FIFA before the match to send its strongest team, but an inexperienced team was selected after Indonesia suspended players from clubs in the breakaway Indonesian Super League. Edi Ellison, the spokesman for the Indonesian association, said they will wait to decide on an appeal after the result of FIFA's probe.
Because of the loss to Bahrain and the breakaway league, the government was planning to cut funding to the association.




Sumber :

Jumat, 03 Februari 2017

Connector in accounting article


Contracting in the Self-reporting Economy
by Romana L. Autrey & Richard Sansing
EXECUTIVE SUMMARY — Intellectual property can be used by its ownerdirectly, licensed to a third party for a fixed royalty, or licensed to a third party for a variable royalty. The variable royalty arrangement depends on self-reporting by the licensee, which in turn induces demand for auditing by the licensor. This research studies a setting with the following features: a production cost advantage on the part of the outside party that creates gains from licensing; a limited liability constraint that prevents the licensee from owing more royalties than the gross profits of licensing the intellectual property and prevents the licensor from capturing all of the economic surplus via a fixed royalty agreement; and accounting and auditing costs that reduce the benefits of a variable royalty agreement. Key concepts include:
·         The owner of intellectual property will enter into a variable royalty agreement with an outside party if—and only if—the accounting and auditing costs are sufficiently low.
·         With higher cost levels, the owner will use the property directly if the owner can do so profitably. Otherwise, the owner will prefer to license the property in exchange for a fixed royalty.
·         The expected aggregate accounting system and audit costs are minimized when the licensor can compel the licensee to bear the audit costs in case underreporting is detected.
·         Internal control provisions within the Sarbanes-Oxley Act make variable royalty arrangements based on self-reporting and auditing relatively more attractive than such arrangements prior to Sarbanes-Oxley. Sarbanes-Oxley effectively lowers the licensor's audit costs even though the licensor must audit all low reports, because auditing all low reports deters the licensee from underreporting in the first place.



 

Anggi Luvtiana Template by Ipietoon Cute Blog Design